TEKNIK GRAFTING TANAMAN BUAH KELENGKENG
Kemandirian
pangan perlu didukung oleh ketersediaan tanaman pangan yang memadai, demikian
pula halnya untuk pangan bukan pokok seperti buah-buahan sebagai pelengkap menu
makan. Buah kelengkeng adalah salah satunya. Hingga saat ini buah kelengkeng
lebih banyak dicukupi secara impor daripada dipenuhi oleh produk dalam negeri, ini menunjukkan bahwa
produksi kelengkeng dalam negeri masih rendah, oleh karena itu perluasan
pertanaman kelengkeng perlu dilakukan. Untuk mencapai hal itu diperlukan
persiapan pembibitan yang baik dalam hal kuantitas dan kualitas, yang dapat
diupayakan dari beberapa kultivar kelengkeng yang sudah terkenal keunggulannya,
dikembangkan secara
Prospek
pengembangan tanaman Kelengkeng secara intensif cukup cerah, dengan
meningkatnya kebutuhan akan kelengkeng, perlu diimbangi dengan ketersediaan
produksi yang memadai baik jumlah, mutu, dan kontinuitasnya. Pengembangan
tanaman kelengkeng untuk tujuan komersial, perlu didukung oleh penyediaan bibit
bermutu yang memadai. Karena penggunaan bibit yang kurang bermutu akan
berakibat kegagalan dikemudian hari. Kegagalan akibat penggunaan bibit yang kurang
bermutu, baru akan diketahui beberapa tahun kemudian yakni pada saat dilakukan
panen hasil (Hatta, dkk., 1992). Alternatif yang dapat diupayakan adalah
peningkatan pengelolaan kebun buah-buahan dengan penggunaan bibit bermutu
melalui perbanyakan vegetatif (Samekto, dkk., 1995).
Usaha untuk
menghasilkan kualitas buah kelengkeng yang baik, tentunya sangat dipengaruhi
oleh kualitas bibit dan kultivar, karena bibit yang berkualitas dan kultivar yang
baik dapat meningkatkan produksi tanaman. Umumnya, para penangkar belum
memiliki prosedur perbanyakan, khususnya perbanyakan dengan cara okulasi yang
ideal bagi tingkat keberhasilan bibit kelengkeng. Kondisi ini mengakibatkan
rendahnya tingkat keberhasilan terhadap okulasi bibit kelengkeng. Perbanyakan
vegetatif pada tanaman dapat menghasilkan bibit tanaman kelengkeng dalam jumlah
besar dan mempunyai kesamaan sifat dengan tanaman induk yang dipakai sebagai
entris. Kelebihan bibit dari hasil perbanyakan vegetatif dibanding cara generatif (biji) adalah : (1) Umur
berbuah lebih cepat. (2) Aroma dan cita rasa buah tidak menyimpang dari sifat
induknya. (3) Diperoleh individu baru dengan sifat unggul lebih banyak,
misalnya batang bawah (rootstock) yang unggul perakarannya disambung dengan
batang atas (entris, scion) yang unggul produksi buahnya dan bahkan dapat
divariasikan (Rukmana,
1999). Oleh karena itu perlu adanya penelitian untuk mendapatkan okulasi yang
ideal, agar tingkat keberhasilannya lebih tinggi.
PENGERTIAN GRAFTING
Grafting adalah salah satu teknik perbanyakan
vegetatif menyambungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman yang berbeda
sedemikian rupa sehingga tercapai persenyawaan, kombinasi ini akan terus tumbuh
membentuk tanaman baru.
Grafting ini bukanlah sekedar pekerjaan menyisipkan
dan menggabungkan suatu bagian tanaman, seperti cabang, tunas atau akar pada
tanaman yang lain. Melainkan sudah merupakan suatu seni yang sudah lama dikenal
dan banyak variasinya. Sharock’s (1672) dalam Wudianto (2002) menyatakan bahwa
seni grafting ini telah digemari sejak dua abad yang lalu, yaitu sekitar abad
ke-15 dia menggambarkan betapa pelik dan banyaknya ragam dari seni grafting ini.
Disamping itu Thouin dalam Wudianto (2002) mengatakan bahwa ada 119 bentuk
grafting. Dari sekian banyak grafting ini digolongkan menjadi tiga golongan
besar, yaitu :
1. Bud-grafting atau budding, yang kita kenal dengan istilah okulasi
2. Scion grafting, lebih populer dengan grafting saja, yaitu sambung
pucuk atau enten
3. Grafting by approach atau inarching, yaitu cara menyambung tanaman
sehingga
batang atas dan batang bawah masih berhubungan dengan akarnya
masing-masing
Penyambungan
disini berarti penyatuan antara batang atas (sepotong cabang dengan dua atau
tiga tunas vegetatif) dengan batang bawah yang sehingga gabungan ini
bersama-sama membentuk individu yang baru. Batang bawah sering juga disebut
stockatau root stock atau bahasa belandanya onder stam. Ciri dari batang ini
adalah batang masih dilengkapi dengan akar, sedangkan batang atas yang
disambungkan sering disebut entris atau scion. Batang atas dapat berupa
potongan batang atau bisa juga cabang pohon induk, kadang-kadang untuk
penyambungan ini memerlukan batang perantara (Inter-Stock). Agar batang atas dan
batang bawah bisa terus merupakan perpaduan yang kekal, maka sebaiknya dipilih
batang atas dan batang bawah yang masih mempunyai hubungan keluargadekat. Hal
demikian tidak selamanya benar, klasifikasi botani biasanya hanya berdasarkan
sifat-sifat reproduksinya, sedangkan penyambungan justru yang dipertimbangkan
adanya persamaan sifat-sifat vegetatif tanaman. Selama ini yang digunakan
sebagai patokan untuk melakukan penyambungan adalah berdasarkan sifat
botaninya, maka tidak jarang suatu penyambungan mengalami kegagalan.
Penyambungan antar varietas (masih
dalam satu species) tidak pernah mengalami kesulitan, misalnya penyambungan
karet varietas Gondang Tapeh I dan Wungun Rejo dengan karet Ciranji I atau
varietas LCB 479. Demikian juga bila kita melakukan penyambungan dua tanaman
yang jenis atau speciesnya lain tapi masih dalam satu marga, tingkat
keberhasilannya masih cukup tinggi, walaupun kadang-kadang juga ditemui
kegagalan. Sebagai contoh penyambungan yang berhasil adalah mangga madu (Mangifera indica) yang disambungkan
dengan mangga Kweni (Mangifera odorata) untuk tanaman buah-buahan,
sedangkan untuk tanaman kehutanan
Eucalyptus pellita disambungkan dengan
Eucalyptus delupta. Kemungkinan keberhasilan
penyambungan tanaman menjadi lebih kecil apabila melakukan penyambungan antar
marga yang masih dalam satu famili apalagi penyambungannya antar famili,
tingkat keberhasilannya makin kecil.
Berdasarkan
hasil penelitian, penggunaan daya konsentrasi 0,05% hormon IAA atau IBA bisa
meningkatkan keberhasilan penyambungan, caranya dengan mencelupkan atau
mengolesi kedua ujung yang akan dilekatkan, atau menyemprotkan batang atas
sebelum disambung (Wudianto, 2002).
Teknik
penyambungan ini bisa diterapkan untuk beberapa keperluan, yaitu membuat
tanaman unggul, memperbaiki bagian-bagian pohon yang rusak, dan juga untuk
membantu pertumbuhan tanaman.
CARA MELAKUKAN GRAFTING
Sebelum melaksanakan kegiatan
grafting ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah :
A. Batang bawah (rootstock) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
-
Mempunyai daya adaptasi seluas mungkin, artinya tanaman itu
kompatibel dengan berbagai varietas. Bahkan bila perlu juga kompatibel dengan
berbagai jenis dalam satu genus, yang dimaksud kompatibel disini adalah
kemampuan dua tanaman untuk membentuk sambungan (buding atau grafting)
dengan baik dan sambungan dua tanaman ini mampu tumbuh dengan baik.
-
Mempunyai perakaran yang kuat dan tahan terhadap serangan
hama dan penyakit yang ada didalam tanah.
-
Kecepatan tumbuhnya sesuai dengan batang atas yang
digunakan, dengan demikian diharapkan batang bawah ini mampu hidup bersama
dengan batang atas.
-
Tidak mempunyai pengaruh pada batang atas, baik dalam
kualitas maupun kuantitas buah (tanaman buah-buahan) atau kayu (tanaman
kehutanan) pada tanaman yang terbentuk sebagai hasil sambungan.
-
Mempunyai
batang yang kuat dan kokoh.
B. Batang atas (Scion) mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
-
Cabang dari pohon yang kuat, pertumbuhannya normal dan bebas
dari serangan hama dan penyakit.
-
Bentuk cabang lurus, diameternya disesuaikan dengan batang
bawah, yaitu sama atau lebih kecil dari diameter batang bawah. Diameter paling
besar ± 1 cm.
-
Cabang dari pohon induk yang sifatnya benar-benar seperti
yang dikehendaki, misalnya berbuah lebat dan berkualitas tinggi (untuk tanaman
buah-buahan) berbatang lurus, batang bulat, pertumbuhan diameter cepat (jika
jenis tanaman kehutanan).
-
Bisa menyesuaikan diri dengan batang bawah sehingga
sambungan kompatibel.
C. Pengumpulan Scion
-
Pengumpulan sebaiknya berasal dari pohon yang muda dan
sehat, yang sifatnya benar-benar seperti yang dikehendaki.
-
Pilih cabang muda yang mempunyai beberapa mata tunas yang
dorman, lurus, diameternya disesuaikan dengan batang bawahnya (rootstock) yang umum digunakan
berdiameter ± 1 cm.
-
Hindari cabang-cabang yang mungkin mempunyai tunas yang
mutan.(Anonim, 1993).
-
Pilih cabang yang bebas dari penyakit yang berat dan
kerusakan berat karena serangan hama.
-
Usahakan
pengambilan scion pada pagi hari
sebelum tengah hari.
D. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Gunting grafting ( Stek )
2. Pisau grafting
3. Batu asahan
4. Papan kayu untuk alas pemotongan
scion
b. Bahan
1. Pita pengikat, rafia, para film (
jika ada )
2. Lilin penutup luka
3. Kantong plastic
E. Urutan pelaksanaan grafting
Ada tiga teknik grafting yang familiar dialakukan oleh pengusaha bibit.
a. Teknik Veneer
b. Teknik grafting stripped/Rind
c. Teknik grafting top cleft graf/ cleft
a. Teknik Veneer
b. Teknik grafting stripped/Rind
c. Teknik grafting top cleft graf/ cleft
a) Potong scion secara rapi, dengan mata tunas dua atau tiga mata tunas
kemudian sayat miring pangkal scion,
sedangkan sebelah lagi cukup dengan mengelupas kulitnya sehingga tinggal
kambiumnya saja, (jika menggunakan teknik Veneer
dan teknik rind) sayat kedua sisi scion berbentuk huruf V, (bila
menggunakan teknik grafting top cleft
graf) dan usahakan dalam penyayatan jangan sampai berulang-ulang.
b) Potong rootstock pada tempat yang tepat sesuai dengan sambungan yang
diinginkan
c) Sambungkan scion pada rootstock
dengan memperhatikan apakah kambium scion
dan kambium rootstock telah saling
berlekatan, bila batang bawah tidak sama besar dengan batang atas, maka salah
satu sisinya diusahakan berimpit (satu-garis) supaya kambium bisa bersatu,
walaupun hanya satu sisi. (grafting top
cleft).
d) Ikat sambungan dengan pita grafting plastik, para film atau tali
rafia, sehingga kambiumnya dapat melekat erat.
e) Setelah itu sambungan dibungkus
kantong plastik transparan (bening) untuk menjaga kestabilan suhu.
1.
Scion yang dijadikan bahan sambungan
tersebut tidak cacat dan masih dalam keadaan
segar, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda dan berbatang bulat.
2.
Grafting tidak terkena secara langsung terik
matahari maupun air hujan.
3.
Bagian sambungan kambium harus menempel seerat mungkin,
paling tidak salah satu dari bagiannya.
4.
Pisau dan gunting yang digunakan untuk kegiatan sambungan
ini yang tajam dan tidak berkarat agar sambungan tidak terinfeksi oleh
penyakit.
5.
Dikerjakan dengan secepat mungkin, dengan kerusakan minimum
pada kambium, dan diusahakan penyayatan pada scion jangan sampai berulang-ulang.
6.
Usahakan untuk menjaga bagian yang terluka, baik pada scion maupun pada rootstock agar tetap dalam keadaan lembab.
7.
Bagian sambungan harus dijaga dari kekeringan sampai
beberapa minggu setelah penyambungan.
G. Pemeliharaan setelah penyambungan
1. Setelah scion mengeluarkan tunas dengan ketinggian tunas ± 3 cm plastik
yang mengkerudungi grafting dibuka
dengan cara menggunting sudut plastik sedikit demi sedikit supaya tunas yang
baru tumbuh tersebut tidak kepanasan, sampai tunas itu kuat terhadap terik
matahari.
2. Usahakan rootstock dalam kondisi lembab, jangan sampai kekeringan dengan
menyiram bila rootstock kering.
3. Lepaskan pita pengikat sambungan
pada saat sambungan telah bertunas dan telah bersatu antara kambium batang
bawah dengan kambium batang atas.
4. Hilangkan tunas-tunas yang tumbuh
pada rootstocknya sehingga makanan
dan energi bisa terfokus untuk keberhasilan penyambungan.
5. Sangga tanaman sambungan jika
tanaman tersebut tidak cukup kuat untuk menyangga dirinya sendiri.
1.
Keberhasilan suatu sambungan ditentukan oleh kualitas batang
bawah dan batang atas serta ketelitian dalam proses penyambungan tanaman
tersebut.
2.
Faktor
iklim juga sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan sambungan
3.
Tanaman
yang telah disambung perlu perawatan terus menerus
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 1993, Pegangan Pelaksanaan Pembiakan Vegetatif
Konvensional.
Sambung.
Pracaya, 1992, Jeruk Manis.
Varietas, Budidaya, dan Pasca Panen P.T.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Rukmana, R. , 1995, Bugenvil, Seri
Tanaman Hias, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Rukmana, R. , 1995, Mawar, Seri
Bunga Potong, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Rochiman, K. ,Haryadi, S. S. , 1973,
Pembiakan Vegetatif, Pengantar
Agronomi,Dep. Agronomi Fakultas Pertanian IPB Bogor.
Wudianto, R. , 2002, Membuat Setek,
Cangkok dan Okulasi, P. T. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar